Para arsitek muda dan calon arsitek saat ini dihadapkan pada kemampuan untuk membuka ruang tafsir seluas-luasnya dalam rangka merayakan keberagaman makna arsitektur, meliputi makna yang bermuatan spiritual, sosial, kultural, hingga politik. Di tengah pengarusutamaan paradigma positivisme yang hanya menyediakan makna teknologis, mereka perlu juga menggali kemajuan terus menerus artefak arsitektur sebagai bagian dari kebudayaan manusia dan diri manusia. Dengan membuka ruang tafsir secara luas, pencarian makna arsitektur diharapkan dapat meneguhkan manusia sebagai subjek-aktif dalam berarsitektur karena, pada hakikatnya, melalui makna yang dicipta manusia, arsitektur adalah fenomena kemanusiaan. Arsitektur adalah untuk manusia, dari manusia, dan oleh manusia.
Diskusi tersebut dilatarbelakangi trend perkembangan ilmu arsitektur yang menempatkan manusia sebagai subjek-aktif dalam perencanaan, perancangan, hingga penggunaan suatu karya arsitektur. Salah satu potensi inheren manusia sebagai subjek yang penuh ialah kemampuan untuk memaknai atau menafsir suatu karya arsitektur berdasarkan persepsi yang dimilikinya, sehingga pluralitas makna merupakan keniscayaan sebagai hasil tafsir manusia terhadap suatu karya arsitektur.
Urgensi diskusi tersebut menjadi tema utama seri pertama Seminar Ilmiah Arsitektur (SIAR) 2020 ini sebagai rangkaian seminar nasional tahunan yang diselenggarakan oleh Prodi Arsitektur Universitas Muhammadiyah Surakarta. Pada seri yang pertama, SIAR mengangkat tema Mencari Makna Arsitektur.
